Minggu, 22 April 2012

BUDAYA MEMBACA


Setiap memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 Mei, kita selalu diajak merenung dan memikirkan sejauh mana kemajuan yang dibuat dunia pendidikan Indonesia. Semua Warga Negara Indonesia,mulai dari orangtua kalangan berpunya sampai si miskin selalu menjawab serupa bahwa pendidikan merupakan jalan satu-satunya menuju hidup sejahtera serta kemajuan negara. Anehnya meskipun semua orang sudah berpikir sama tentang makna pendidikan dan pentingnya ilmu bagi kalangan generasi bangsa untuk membangun masa depan Indonesia, tapi tetap saja negeri ini bagai tak perduli terhadap peningkatan peranan pendidikan di dalam negeri.
Meski pemerintah melalui Mendiknas pada saat memperingati Hardiknas menyatakan untuk memajukan dunia pendidikan di tanah air telah berjuang dan bekerja keras untuk mengatasi berbagai persoalan, namun kenyataannya hingga hari ini kualitas pendidikan kita masih sangat jauh tertinggal dibandingkan negara-negara yang sedang berkembang, terutama di lingkup negara-negara ASEAN. Berdasarkan survey Political and Economic Risk (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Hasil survey tahun 2007 World Competitiveness Year Book juga memaparkan daya saing pendidikan kita dari 55 negara yang disurvey Indonesia berada pada urutan 53. Padahal tanpa pendidikan, taraf hidup serta standar kualitas seorang manusia bisa makin menurun. Seseorang yang memperoleh pendidikan yang  tinggi tentu akan mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan mereka yang hanya tamat sekolah dasar.
Sementara hasil penelitian program pembangunan PBB (UNDP) tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76) dan Philipina (77).  Menunjukkan betapa SDM Indonesia masih belum cukup kompeten dalam mengolah SDAnya yang berlimpah ruah. SDM ini bila tidak kunjung diperbaiki bisa berdampak terhadap kecepatan pembangunan di Indonesia. Karena hanya dari pendidikan yang baiklah akan dihasilkan SDM yang mumpuni dalam memajukan Indonesia nantinya.

Dari beberapa hasil penelitian di atas, semuanya menunjukkan masih buruknya kualitas pendidikan di bumi pertiwi. Banyak faktor yang berkontribusi dalam fenomena ini. Akan tetapi yang perlu kita soroti adalah masih rendahnya kemampuan masyarakat Indonesia untuk menjadi long life learner. Rasa ingin tahu dan kebutuhan untuk belajar bagi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Masyarakat Indonesia cenderung menilai ilmu pengetahuan dari apa yang mereka dapatkan di sekolah ataupun kampus. Hal ini terlihat dari kecenderungan sebagian besar pelajar yang bersekolah hanya untuk mendapatkan nilai. Pendapat yang menyatakan bahwa nilai seorang pelajar merupakan cerminan ilmunya masih sangat kuat melekat pada pikiran rakyat Indonesia. Terlebih banyak orang tua yang menuntut anaknya untuk bisa mendapat nilai bagus di sekolah. Walau terkesan sepele, hal ini nyatanya sangat berpengaruh terhadap sikap pelajar. Pelajar Indonesia banyak yang hanya belajar untuk pintar dan bukan belajar untuk hidup. Belajar menjadi sekedar kewajiban bukannya kebutuhan. Mereka hanya mengejar angka yang bagus di rapot walau bagaimanapun caranya.  Akibatnya pelajar hanya terfokus dengan pelajaran yang ada di sekolah dan melupakan wawasan tambahan dari luar sekolah. Waktu mereka hanya terfokus untuk membaca buku pelajaran hingga tidak ada waktu tersisa untuk membaca buku lain. Sehingga membaca buku menjadi suatu beban yang memberatkan dan menjenuhkan. Budaya membaca pun menjadi kian tidak diminati karena gairah untuk membaca buku sudah hilang dari hati pelajar Indonesia. Bukti nyatanya adalah data yang menyatakan bahwa berdasarkan penelitian terhadap tingkat daya membaca di 41 negara, Indonesia berada di peringkat ke-39.
Kondisi inilah yang membuat rakyat Indonesia kesulitan untuk menjadi long life learner. Karena setelah sekolah/ kuliah itu usai, maka usailah sudah proses belajar tersebut. Ketika tidak ada lagi nilai yang harus dicapai, pelajar Indonesia akan merasa cukup dan akan berhenti belajar. Dan pola pikir itu mengakibatkan tingkat inovasi teknologi di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain. Sehingga Perubahan pola pikir seperti ini menjadi hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Agar kedepannya pelajar Indonesia bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memajukan Indonesia. Salah satu cara termudah untuk mewujudkannya adalah dengan membiasakan membaca buku. Bukan sekedar buku pelajaranan, tapi semua buku yang bisa menambah wawasan kita.
Kenapa harus membaca? Karena membaca mampu memberikan kemampuan bagi kita untuk memahami suatu informasi lebih baik dari pada hanya mendengarkan. 
Dari buku banyak hal yang bisa kita dapatkan. Informasi dari buku lebih banyak dari yang bisa kita dapat dari hanya mendengarkan penjelasan pengajar. Terlebih informasi dari buku juga lebih akurat dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sayangnya rakyat Indonesia lebih senang mendapatkan informasi dengan cara yang lebih mudah yakni melalui televisi atau radio dari pada membaca. Data yang  dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006 menyatakan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%).

Sebagai pelajar membaca menjadi kebutuhan primer. Walau banyak pelajar berpendapat bahwa membaca itu sulit dan membosankan. Namun kita tetap perlu membudayakannya demi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia nantinya. Jika kita sudah berumur 19 tahun dan belum memiliki gairah untuk membaca buku, maka mulailah membaca sekarang. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Cobalah untuk menabung uang saku kita setiap minggunya dan menggunakan tabungan tersebut untuk membeli buku baru setiap bulannya. Dan jika hal itu masih belum cukup, kita bisa membuat suatu perkumpulan yang bisa kita ajak bertukar koleksi buku. Dengan demikian buku bacaan kita bisa lebih variatif. Bahkan dengan adanya perkumpulan ini, kita akan memiliki teman untuk bertukar info tentang bacaan yang menarik dan bermanfaat. Dimulai dari buku-buku yang kita sukai, dapat menjadi awal kecintatan kita pada buku.
Hal ini mudah untuk dilakukan jika semua pihak memiliki komitmen untuk melakukannya secara rutin. Tapi dampak yang dihasilkan akan dapat meningkatkan minat dan referensi bacaan kita. Dan setelah perkumpulan ini memiliki anggota yang banyak dan beragam, bisa dipertimbangkan untuk menyewa rumah dan digunakan sebagai perpustakaan bersama. Perpustakaan ini nantinya bisa digunakan untuk tempat berkumpul anggota. Maupun untuk menyelenggarakan acara bedah buku dan lainnya. Dan yang terpenting dari seluruh rangkaian ini adalah komitmen dan konsistensi untuk tetap melakukannya hingga membaca buku menjadi terasa menyenangkan.
Kesimpulan :
budaya membaca merupakan kebutuhan pokok bagi rakyat Indonesia  yang sangat mendesak untuk segera diwujudkan. Kecintaan pada buku perlu ditumbuhkan segera pada hati tiap-tiap generasi muda bangsa sedini mungkin, agar membaca menjadi suatu kesenangan bukannya beban. Demi terwujudnya kemajuan SDM di Indonesia. Dan terbentuknya SDM dengan kemampuan inovasi dan pengembangan yang baik. Dengan budaya membaca, pemuda Indonesia akan menjadi lebih kritis dan Inovatif. Sehingga SDM ini nantinya mampu mengolah dan menjaga SDA Indonesia yang kaya ini dengan tangan mereka sendiri. Dengan demikian Indonesia akan tumbuh menjadi negara yang madiri dan tidak bergantung pada bantuan SDM dari negara lain seperti yang banyak terjadi saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar